![]() |
| Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto sedang berpidato di Desa Aek Garoga, Tapanuli Selatan, terkait penanganan banjir yang melanda wilayah tersebut Dok/kompas.com |
KAMELA-Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, secara mengejutkan mengaku kaget melihat besarnya dampak banjir yang melanda Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Saat meninjau langsung Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, ia menyampaikan permohonan maaf kepada Bupati setempat karena tak menyangka skala bencana yang terjadi sedemikian besar.
“Saya tak mengira sebesar ini. Saya mohon maaf, Pak Bupati. Bukan berarti kami tak peduli,” katanya pada Minggu (30/11/2025).
Namun, jika Kepala BNPB pun bisa terkejut dengan besarnya bencana, lalu bagaimana dengan kesiapan pemerintah dan BNPB selama ini? Bukankah seharusnya data dan laporan di lapangan menjadi acuan utama, bukan hanya reaksi setelah kunjungan.
Lebih lanjut, Suharyanto menjelaskan mengapa pemerintah belum menetapkan banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai bencana nasional. Menurutnya, bencana tersebut masih pada level provinsi, walaupun kondisi yang beredar di media sosial menunjukkan suasana yang sangat mencekam.
“Memang kemarin kelihatannya mencekam karena berseliweran di media sosial, tapi begitu kami tiba di lokasi, banyak daerah yang sudah tidak hujan. Yang paling serius memang Tapanuli Tengah, tetapi wilayah lain relatif membaik,” ujarnya pada Jumat (28/11/2025).
Pernyataan ini seolah menegaskan bahwa informasi dari media sosial dan masyarakat yang terdampak dianggap kurang valid dibandingkan penilaian yang dilakukan setelah kunjungan lapangan. Sebuah ironi tersendiri di era digital di mana informasi bisa didapat secara real-time.
Sementara itu, banjir masih melanda banyak titik di Sumatera dan masyarakat membutuhkan bantuan segera. Namun, dari pernyataan dan langkah pemerintah, tampaknya respons terhadap bencana ini masih berjalan lambat dan kurang sigap.
Sumber: Kompas.com
